Tarif Pemotongan PPh Royalti Turun, Ini Untungnya Bagi Seniman
Pengertian Royalti
Royalti merupakan hal yang sering diperbincangkan oleh kalangan seniman. Royalti secara umum adalah imbalan atas penggunaan ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang memiliki hak paten. Mengutip Undang-undang Republik Indonesia, Nomor 36 Tahun 2008 tentang Hak Cipta, definisi Royalti adalah imbalan atas pemanfaatan Hak Ekonomi suatu ciptaan atau produk hak terkait yang diterima oleh pencipta atau Pemilik Hak Terkait.
Pemegang Hak Cipta dan Pemilik Hak Terkait harus menjadi anggota Lembaga Manajemen Kolektif agar dapat menarik imbalan yang wajar atau hak ekonomi. Adapun Lembaga Manajemen Kolektif adalah institusi yang berbentuk badan hukum nirlaba yang diberi kuasa oleh Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan/atau pemilik Hak Terkait guna mengelola hak ekonominya dalam bentuk menghimpun dan mendistribusikan royalti.
Sejak lebih dari tujuh tahun lalu, para seniman mengeluhkan tarif Pph atas royalti yang mereka tambahkan. Pajak atas royalti yang diterima termasuk ke dalam elemen Pasal 23. PPh Pasal 23 yang dikenakan atas royalti tersebut adalah pajak atas imbalan yang diterima oleh wajib pajak. Di samping itu, tarif PPh Pasal 23 adalah sebesar 15 persen dari penghasilan bruto, serta bersifat tidak final. Pengenaan tarif PPh Pasal 23 sebesar 15% ini berlaku jika wajib pajak tersebut sudah memiliki NPWP.
Pemerintah Merespon Aspirasi Pekerja Seni dan Penerima Royalti
Mulai 21 Maret 2023 lalu, Pemerintah menurunkan tarif pajak Royalti bagi Orang Pribadi Pekerja Bebas pengguna Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN). Royalti dipotong PPh Pasal 23 oleh Pemberi Penghasilan sebesar:
Tarif PPh 15% x Jumlah Bruto (40% x Bruto Royalti)
Dengan syarat, Orang Pribadi Pekerja Bebas yang dipotong menyampaikan Bukti Penerimaan Surat Pemberitahuan Penggunaan NPPN (tahun pajak yang bersangkutan) kepada pemberi penghasilan sebelum dilakukan pemotongan PPh Pasal 23.
Kewajiban Pemberi Penghasilan:
Kewajiban Penerima Penghasilan:
Melansir Instagram resmi Direktorat Jenderal Pajak @ditjenpajakri, berikut simulasi perhitungan pajak royalti:
Contoh:
atas transaksi Royalti tersebut, maka perhitungannya:
PT Taat Pajak sebagai pemotong wajib:
Tuan Barkat sebagai penerima penghasilan:
Rp500 Juta (Penghasilan bruto aktor Rp400 juta + dan Penghasilan bruto royalti Rp100 juta) x NPPN 50% = Netto Pekerja Bebas Rp250 Juta.
Sebuah angin segar bagi seniman atas penetapan Peraturan Dirjen Pajak tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 Atas Penghasilan Royalti yang Diterima Oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang Menerapkan Penghitungan Pajak Penghasilan Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN).
Melansir siaran pers DJP, peraturan tersebut mengatur bahwa atas penghasilan royalti yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi (WP OP) pengguna NPPN, yakni WP OP yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 tahun kurang dari Rp4,8 miliar, dikenai pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15 persen dengan dasar pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 40 persen dari jumlah bruto penghasilan royalti tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai. Dengan kata lain, tarif efektif pemotongan PPh Pasal 23 atas penghasilan royalti yang diterima WP OP pengguna NPPN adalah sebesar 6% dari jumlah bruto royalti atau turun dari sebelumnya yaitu 15%.
Latar belakang peraturan ini adalah untuk memberikan kemudahan dan kepastian hukum bagi WP OP pengguna NPPN yang menerima royalti.
***